Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan Fisika
Refleksi
Kuliah Filsafat Ilmu (Pengampu: Dr. Marsigit)
Camalina
Sugiyarti
12708251078
Pendidikan
Sains
Kelas
D
Pendidikan
Sains
Program
Pascasarjana
Universitas
Negeri Yogyakarta
2012
BAB I
PENDAHULUAN
- Pengertian Filsafat
Filsafat
dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal
dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta)
atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah,
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi).
Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran.
Plato menyebut Socrates sebagai philosophos
(filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Sebelum Socrates ada
satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang
berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas
dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata
sofis mengalami reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan.
Secara
umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara
sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan
sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha
secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti
dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu
diterima atau ditolak.
- Munculnya Filsafat
Filsafat,
terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kirakira abad ke-7 SM.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan
alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri
kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak
yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
beradab lain seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana:
di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta
sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang
Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta. Tetapi
filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan
Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid
Plato.
- Perkembangan Aliran Filsafat
Aliran filsafat bisa dianalogikan dengan suatu
aliran beberapa sungai yang kemudian bermuara ke laut yang luas dan dalam.
Aliran sungai yang pertama adalah aliran Parmenides, pemikiran filsafatnya
berpendapat bahwa segala sesuatu “yang ada” tidak berubah. Pemikiran ini
selanjutnya mempengaruhi pemikiran Plato, merupakan murid Socrates. Menurut Plato idea tidak tergantung pada pemikiran
manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea, sehingga alirannya sering disebut idealis.Idealis
mempengaruhi pemikiran Rene Dekartes, pemikirannya membuat sebuah revolusi filsafat di Eropa karena pendapatnya
yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa
seseorang bisa berpikir
(rasionalisme/ analitik apriori).
Aliran
sungai yang kedua adalah aliran Herakleitos, menurutnya tidak ada satu
pun hal di alam semesta yang bersifat tetap. Pemikirannya mempengaruhi Aristoteles, murid Plato. Berlawanan
dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda,
Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada
(eksis), dikenal sebagai paham realis.
Selanjutnya pemikiran ini mempengaruhi David Hume, paham yang dianutnya adalah
empiris (sintesis aposteiri).
Di zaman
modern filsuf bernama Immanuel Kant, menggabungkan dua aliran tersebut,
alirannya dikenal “sintetik apriori”. Sintetik adalah pengalaman, dan apriori
adlah ilmu. Ilmu hambar tanpa pengetahuan, begitu juga sebaliknya. Pada
perkembangan berikutnya pos modern, semakin banyak paham-paham yang muncul, dan
dianut oleh para filsuf. Dan di zaman pos pos modern, filsuf yang cukup
berpengaruh adalah August Comte. Dia dikenal sebagai orang pertama yang
mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial. Dari sinilah mulai muncul ilmu-ilmu bidang dan berbagai
paham, seperti psikologi, sosiologi, sains, validisme, absolutism,
konstruktivisme, dan lainnya. Saat ini adalah zaman power now (kotemporer) yang
dikenal sebagai filsafat analitik atau bahasa.
BAB II
Filsafat
Konstruktivisme Pendidikan Fisika
Filsafat
konstruktivisme, dewasa ini, mempunyai pengaruh yang besar dalam dunia
pendidikan. Dengan berlandaskan pada teori ini, model pembelajaran sangat
berbeda dengan model pembelajaran klasik. Filsafat konstruktivisme adalah
filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan
itu terjadi. Pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) bagi yang menekuninya.
Pengetahuan
adalah proses menjadi lebih tahu, lebih lengkap dan lebih sempurna. Misalnya
pengetahuan tentang listrik. Di SD dikenalkan bahwa lampu menyala karena ada
arus yang mengalir. Di SMP dikenalkan berbagai rangkaian listrik, di SMA
diperdalam lagi sampai rangkaian yang lebih kompleks dan selanjutnya terus
diperdalam di perguruan tinggi.
Secara
prinsipal, para konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari
seseorang kepada yang lain. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat dipindahkan
begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan dikonstruksikan sendiri atau paling
sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa dan tidak begitu saja dipindahkan.
A. Konstruktivisme Psikologis Personal
(Piaget)
Konstruktivisme
psikologis diawali oleh Piaget yang meneliti bagaimana seorang anak membangun
pengetahuan kognitifnya. Seorang anak mula-mula membentuk skema,
mengembangkan skema, dan mengubah skema. Ia lebih menekankan bagaimana si
individu secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan
pengalaman dan objek yang dihadapi. Pendekatan Piaget ini bersifat personal dan
individual.
Dalam
kasus belajar fisika, seorang anak diberi kebebasan untuk mempelajari sendiri
dan kemajuannya dapat sendiri-sendiri. Tekanannya adalah siswa hanya dapat
mengerti fisika bila ia sendiri belajar dan dengan demikian membangun
pengetahuannya sendiri.
B. Sosiokulturalisme (Vygotsky)
Berbeda
dengan Piaget, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang
lain terlebih yang memiliki pengetahuan lebih baik maupun lingkungan yang
telah berkembang dengan baik. Misalnya seorang yang belajar fisika dipertemukan
dengan ahli fisika yang dapat bercerita tentang pengalaman, pemikiran maupun
penemuan-penemuannya. Dalam keterlibatan ini siswa tertantang untuk
mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan konstruksi para ahli.
Menurut
sosiokulturalisme, kegiatan seseorang dalam memahami sesuatu dipengaruhi oleh
partisipasinya dalam praktek-praktek sosial dan kultural yang ada, seperti
masyarakat, sekolah, teman dan lain-lain. Misalnya keadaan masyarakat yang
mendukung pendidikan dapat membantu anak-anak berkembang lebih baik. Belajar
berkelompok dapat membuat semakin yakin dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Mereka dapat saling mengoreksi maupun melengkapi gagasan atau pendapat teman.
Konstruktivisme bersifat kontektual. Jika konteksnya berbeda, maka siswa memahami konsepnya secara berbeda juga. Misalnya, seseorang anak menemukan bahwa titik didih air pada tekanan udara tinggi akan berbeda ketika tekanan udaranya rendah.
Konstruktivisme bersifat kontektual. Jika konteksnya berbeda, maka siswa memahami konsepnya secara berbeda juga. Misalnya, seseorang anak menemukan bahwa titik didih air pada tekanan udara tinggi akan berbeda ketika tekanan udaranya rendah.
C. Dampak Konstruktivisme Bagi Siswa
yang Belajar
Belajar
adalah proses yang aktif. Siswa sendiri yang membentuk pengetahuannya. Dalam
proses belajar ini, siswa menyesuaikan konsep dan ide-ide yang baru dengan
kerangka berpikir yang mereka miliki. Siswa sendiri yang bertanggung jawab
terhadap hasil belajar mereka. Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta. Di
dalamnya dipenuhi dengan proses berpikir, dari membuat hipotesa, memecahkan
persoalan, berefleksi dan seterusnya sampai terbentuk pengetahuan yang baru.
Dalam
mempelajari suatu konsep, misalnya gerak dalam fisika, siswa sudah membawa
konsep-konsep fisika sebelum mengikuti pelajaran formal di sekolah.
Konsep-konsep yang mereka bawa sering tidak tepat dan tidak sesuai. Itulah yang
disebut miskonsepsi. Pengertian awal inilah yang perlu dikembangkan
dan diluruskan dalam belajar di sekolah. Oleh karena pengetahuan dibentuk baik
secara individual maupun sosial, maka belajar kelompok dapat dibentuk untuk
mematangkan konstruksinya. Bagi siswa yang mempunyai gagasan salah, mereka
dapat mengubahnya. Sedangkan bagi siswa yang mempunyai gagasan benar, dapat menjadi
lebih yakin dengan pengetahuannya.
D. Dampak Konstruksivisme Bagi Guru
Fisika
Mengajar bukanlah memindahkan
pengetahuan dari otak guru ke otak siswa. Mengajar lebih merupakan proses
membantu siswa sendiri membangun pengetahuannya. Peran guru bukan mentransfer
ilmu, melainkan sebagai mediator atau fasilitator yang membantu siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan mereka secara cepat dan efektif.
Pendekatan
mengajar konstruktivis dapat diungkapkan dalam beberapa sikap dan praktik
sebagai berikut:
1.
Sebelum guru mengajar
a.
Guru
menyiapkan bahan yang mau diajarkan dengan seksama.
b.
Guru
mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan .
c.
Guru
mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif belajar.
d.
Guru
sebaiknya mendalami keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa.
e.
Guru
perlu mempelajari pengetahuan awal siswa.
2.
Selama proses pembelajaran
a.
Siswa
dibantu aktif belajar dan menekuni bahan.
b.
Siswa
dipacu bertanya.
c.
Guru
menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga siswa merasa menemukan
sendiri pengetahuan mereka.
d.
Pikiran
dan gagasan siswa diikuti.
e.
Guru
perlu menggunakan bervariasi metode pembelajaran.
f.
Siswa
diajak melakukan kunjungan ke tempat pengembangan IPA seperti museum sains,
laboratorium tenaga atom, dan lain-lain.
g.
Guru
perlu mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas terlebih untuk topik yang
sulit sehingga siswa lebih mengerti.
h.
Siswa
yang berpendapat salah atau lain tidak dicerca, sebaliknya pendapat mereka
diperhatikan.
i.
Jawaban
alternatif dari siswa diterima atau dibahas.
j.
Kesalahan
konsep siswa ditunjukkan dengan arif.
k.
Pikiran
siswa yang tidak tepat ditantang dengan menyediakan data anomali yang
berlawanan dengan gagasan siswa.
l.
Siswa
diberi waktu berpikir dan merumuskan gagasan mereka, tanpa harus dikejar-kejar
waktu.
m.
Siswa
diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya sehingga guru mengerti apakah
gagasan mereka itu tepat atau tidak.
n.
iswa
diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dan caranya sendiri dalam belajar
dan menemukan sesuatu.
o.
Guru
perlu mengadakan evaluasi yang terus menerus dan menyertakan proses belajar
dalam evaluasi itu.
3.
Sesudah proses pembelajaran
a.
Guru
memberikan pekerjaan rumah, mengumpulkannya serta mengoreksinya.
b.
Guru
perlu sering memberikan tugas lain untuk pendalaman materi.
c.
Tes
yang membuat siswa berpikir, bukan hapalan.
4.
Sikap yang
perlu dipunyai guru
a.
Siswa
dianggap sebagai subyek yang sudah tahu
sesuatu.
b.
Model
kelas : siswa aktif, guru sebagai fasilitator.
c.
Bila
ditanya siswa dan tidak dapat menjawab, guru tidak usah marah dan mencerca siswa.
Lebih baik mengakuinya dan mencoba mencari bersama.
d.
Menyediakan
ruang tanya jawab dan diskusi.
e.
Guru
dan siswa saling belajar.
f.
Dalam
mengajar yang penting bukan bahan selesai, tetapi siswa belajar untuk belajar
sendiri.
g.
Guru
perlu memberikan ruang untuk boleh salah bagi siswanya.
h.
Hubungan
guru-siswa dialogal, saling dialog, dan kerja sama dalam mendalami pengetahuan.
i.
Guru
mengembangkan pengetahuan yang luas dan mendalam.
j.
Guru
mengerti konteks bahan yang mau diajarkan dehingga dapat menjelaskan secara kontekstual.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat merupakan upaya manusia untuk memahami segala
sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Filsafat muncul ketika
orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka. Aliran filsafat berkembang dimulai dari munculnya
filsafat, zaman yunani kuno, hingga sekarang zaman power now. Tokoh-tokoh
filsuf di setiap zaman mempengaruhi filsuf di zaman selanjutnya. Pemikiran para
filsuf tersebut melahirkan pemikiran-pemikiran, paham, dan ilmu-ilmu bidang.
Salah satu paham yang muncul pada zaman pos pos modern adalah
konstrutivisme.
Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan
dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Pengetahuan bukan ditransfer
begitu saja dari guru ke siswa, tetapi dikonstruk sendiri oleh siswa. Peran
guru adalah menciptakan kondisi agar proses konstruksi pengetahuan siswanya
berjalan dengan baik (fasilitator).
B. Saran
Masih banyak kekurangan dari penulisan makalah ini. Kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini sangat dibutuhkan penulis.
Daftar
Pustaka
Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta :Kanisius.
___________. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika
Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta : Sanata Darma.
Marsigit.
(2011). Elegi Pengembaraan Orang Tua
Berambut Putih. Diakses dari http://powermathematics.blogspot.com.
pada tanggal 27 September 2012, Jam 22.15 WIB.
Filsafat. Diakses dari http://wikipedia.com.
pada tanggal 27 September 2012, Jam 21.45 WIB.